Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memberikan penjelasan terkait dana negara sebesar Rp200 triliun yang ditempatkan di lima bank umum.

Purbaya menegaskan penempatan dana tersebut bersifat on call, artinya pemerintah bisa menarik kembali uang itu kapan saja jika dibutuhkan. Dengan demikian, menurutnya, tidak ada tenor yang mengikat dalam penempatan dana tersebut.

“Enggak harus ada tenor, setiap saat bisa kita geser. Kalau pemerintah butuh, uangnya bisa diambil kembali dari perbankan karena sifatnya on call,” ujar Purbaya usai rapat di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (12/9).

Ia menjelaskan, selama ini dana pemerintah biasanya ditempatkan di Bank Indonesia (BI). Namun, bila disimpan di BI, perbankan tidak bisa mengakses dana tersebut. Karena itu, sebagian dana dialihkan ke perbankan agar bisa dimanfaatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

“Kalau ditaruh di BI, perbankan enggak bisa akses. Kita mau pindah sebagian ke perbankan supaya kalau kita enggak bisa belanja pun, perbankan bisa akses dan ekonomi bisa jalan terus,” jelasnya.

Meski demikian, dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025 disebutkan penempatan dana negara Rp200 triliun itu memiliki tenor 6 bulan dan dapat diperpanjang. Beleid tersebut diteken langsung oleh Purbaya pada 12 September 2025.

Adapun dana ditempatkan di lima bank BUMN, yaitu:

  1. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) – Rp55 triliun

  2. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) – Rp55 triliun

  3. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk – Rp55 triliun

  4. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) – Rp25 triliun

  5. PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) – Rp10 triliun

Purbaya juga menegaskan penempatan dana tersebut tetap memberikan bunga bagi pemerintah, yaitu sebesar 80,476 persen dari BI Rate.

“Ini sama dengan bunga yang kita dapat kalau taruh di BI. Jadi pemerintah enggak rugi. Perbankan pun untung karena bunganya sedikit lebih rendah dibandingkan bunga pasar,” tegasnya.

Dana yang dialihkan pemerintah merupakan sisa anggaran lebih (SAL) dan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) yang sebelumnya mengendap di BI. Jumlah total dana mengendap tersebut berkisar antara Rp425 triliun hingga Rp440 triliun.

Dengan mengalihkan Rp200 triliun ke perbankan, pemerintah berharap kredit perbankan tumbuh lebih cepat sehingga mampu menggerakkan perekonomian masyarakat.