-
Pemetaan:
-
Lokasi dan batas-batas kawasan.
-
Daerah sekitar kawasan.
-
Klasifikasi gua berdasarkan derajat ilmiah dan kesulitan.
-
-
Aspek Legal:
-
Status kepemilikan tanah.
-
Status pengusahaan sumber daya alam.
-
-
Aspek Fisik:
-
Topografi, geologi, jenis tanah, iklim, dan perairan.
-
-
Aspek Biologi:
-
Flora dan fauna khas kawasan.
-
-
Aspek Sosial Ekonomi:
-
Transportasi, fasilitas umum, data pengunjung, dan kependudukan.
-
-
Keunikan:
-
Nilai estetika, gejala alam, peninggalan sejarah dan budaya, serta potensi arkeologis.
-
-
Atraksi Wisata:
-
Inventarisasi daya tarik wisata yang mendukung wisata gua.
-
Zona Pengembangan dan Perencanaan Alamiah
Pengembangan kawasan wisata gua harus diatur dalam zona-zona fungsional seperti konservasi, permukiman, pertanian, industri, dan pariwisata intensif. Dalam zona pariwisata intensif, perlu ditetapkan zona bebas bangunan, zona transisi, fasilitas umum, perkemahan, parkir, dan pintu masuk.
Konsep perencanaan alamiah bertujuan mempertahankan keseimbangan ekosistem dan karakteristik alami gua. Pengembangan harus menyesuaikan arsitektur dan warna dengan lingkungan sekitar. Kendaraan bermotor dilarang memasuki zona transisi.
Fasilitas Penunjang
Pengembangan fasilitas meliputi:
-
Penyediaan bahan makanan lokal.
-
Kerajinan masyarakat.
-
Penyewaan peralatan gua seperti helm, lampu senter, dan sepatu khusus.
-
Transportasi penunjang wisatawan.
Petunjuk Pelaksanaan dan Keamanan
Rekomendasi pengembangan membutuhkan sinergi antara instansi pemerintah, badan usaha swasta, dan organisasi profesional. Kementerian dan dinas-dinas pariwisata harus menjadi koordinator utama.
Karena wisata gua termasuk wisata minat khusus, keamanan sangat penting. Penelusur gua harus memiliki sertifikasi dan pengetahuan tentang risiko. Perlu ada “cave guard” terlatih dan perlengkapan penyelamatan. Wisatawan umum harus didampingi pemandu lokal yang mengenal kondisi gua.
Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan menjadi bagian penting dalam pengembangan wisata gua, mencakup pelatihan pemandu, pengelola gua, dan edukasi masyarakat. Program non-formal melalui tokoh masyarakat, pemuka agama, media massa, camat, dan lurah harus dijalankan agar masyarakat sadar dampak pariwisata dan mampu berpartisipasi aktif.