Di banyak negara, obyek wisata gua merupakan bidang pariwisata yang telah berkembang selama puluhan tahun. Namun di Indonesia, perhatian terhadap wisata gua masih perlu ditingkatkan, khususnya oleh para ahli pariwisata. Wisata gua memang bersifat spesialistik karena belum begitu populer di kalangan masyarakat luas.

Provinsi Jambi memiliki potensi gua yang luar biasa, seperti yang berada di Bukit Rajo, Dusun Napal Melintang, bagian dari kawasan bentang alam karst Bukit Bulan di Kabupaten Sarolangun. Kawasan ini menyimpan banyak potensi gua, seperti Gua Mesiu, Gua Pelindi, Gua Kedungung, Gua Dalam Sajo, dan banyak lagi yang belum terdata. Selain itu, terdapat pula Gua Tiangko di Desa Tiangko, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin, serta Gua Sengayau dan Gua Sengering di Tiangko Ulu Merangin.

Untuk dapat dikembangkan sebagai obyek wisata, gua-gua tersebut perlu ditangani secara terpadu oleh para ahli pariwisata, speleologi, dan disiplin ilmu terkait lainnya. Tujuannya adalah agar obyek wisata gua dapat dikembangkan secara berkelanjutan dan mendukung peningkatan kegiatan pariwisata di Provinsi Jambi, sejalan dengan arahan Gubernur Jambi, Dr. H. Al Haris, S.Sos., M.H., dalam Musrenbang RPJMD 2025–2029 terkait peningkatan industri dan pariwisata.

Oleh karena itu, perlu disusun pola pengembangan gua sebagai obyek wisata. Dari pola tersebut diharapkan lahir perencanaan terarah yang mendukung peningkatan daya dukung lingkungan melalui peraturan tata guna lahan dan pemanfaatan secara berkelanjutan.

Maksud dan Tujuan Pengembangan

Studi ini dimaksudkan untuk memberikan landasan bagi penyusunan studi lanjutan terkait pengembangan gua di Provinsi Jambi sebagai obyek wisata jangka pendek, menengah, dan panjang yang berkelanjutan, dengan tujuan:

  • Memanfaatkan sumber daya alam secara optimal berdasarkan prinsip konservasi.

  • Meningkatkan pendapatan daerah melalui kegiatan pariwisata.

  • Menjadikan kawasan gua sebagai tempat pendidikan, latihan, penelitian, dan penyuluhan speleologi dan pariwisata.

  • Mengembangkan obyek wisata gua berdasarkan prinsip perencanaan alamiah.

  • Menumbuhkan masyarakat yang cinta alam.

  • Mengumpulkan data pengelolaan obyek wisata gua secara efektif dan efisien.

  • Membangun obyek wisata gua dengan prinsip ekologi.

  • Mewujudkan sistem pengelolaan obyek wisata gua yang terpadu dan berkelanjutan.

Langkah Pengumpulan Data Dasar

Data dasar diperlukan untuk pengembangan gua sebagai obyek wisata, meliputi:

  1. Pemetaan:

    • Lokasi dan batas-batas kawasan.

    • Daerah sekitar kawasan.

    • Klasifikasi gua berdasarkan derajat ilmiah dan kesulitan.

  2. Aspek Legal:

    • Status kepemilikan tanah.

    • Status pengusahaan sumber daya alam.

  3. Aspek Fisik:

    • Topografi, geologi, jenis tanah, iklim, dan perairan.

  4. Aspek Biologi:

    • Flora dan fauna khas kawasan.

  5. Aspek Sosial Ekonomi:

    • Transportasi, fasilitas umum, data pengunjung, dan kependudukan.

  6. Keunikan:

    • Nilai estetika, gejala alam, peninggalan sejarah dan budaya, serta potensi arkeologis.

  7. Atraksi Wisata:

    • Inventarisasi daya tarik wisata yang mendukung wisata gua.

Zona Pengembangan dan Perencanaan Alamiah

Pengembangan kawasan wisata gua harus diatur dalam zona-zona fungsional seperti konservasi, permukiman, pertanian, industri, dan pariwisata intensif. Dalam zona pariwisata intensif, perlu ditetapkan zona bebas bangunan, zona transisi, fasilitas umum, perkemahan, parkir, dan pintu masuk.

Konsep perencanaan alamiah bertujuan mempertahankan keseimbangan ekosistem dan karakteristik alami gua. Pengembangan harus menyesuaikan arsitektur dan warna dengan lingkungan sekitar. Kendaraan bermotor dilarang memasuki zona transisi.

Fasilitas Penunjang

Pengembangan fasilitas meliputi:

  • Penyediaan bahan makanan lokal.

  • Kerajinan masyarakat.

  • Penyewaan peralatan gua seperti helm, lampu senter, dan sepatu khusus.

  • Transportasi penunjang wisatawan.

Petunjuk Pelaksanaan dan Keamanan

Rekomendasi pengembangan membutuhkan sinergi antara instansi pemerintah, badan usaha swasta, dan organisasi profesional. Kementerian dan dinas-dinas pariwisata harus menjadi koordinator utama.

Karena wisata gua termasuk wisata minat khusus, keamanan sangat penting. Penelusur gua harus memiliki sertifikasi dan pengetahuan tentang risiko. Perlu ada “cave guard” terlatih dan perlengkapan penyelamatan. Wisatawan umum harus didampingi pemandu lokal yang mengenal kondisi gua.

Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan menjadi bagian penting dalam pengembangan wisata gua, mencakup pelatihan pemandu, pengelola gua, dan edukasi masyarakat. Program non-formal melalui tokoh masyarakat, pemuka agama, media massa, camat, dan lurah harus dijalankan agar masyarakat sadar dampak pariwisata dan mampu berpartisipasi aktif.

Penutup

Pengembangan wisata gua harus dilakukan dengan pendekatan antarsektor secara sinergis dan kolaboratif. Tanggung jawab setiap sektor perlu digariskan dengan tegas. Yang paling penting untuk diingat: “Any plan will be useless unless it is implemented.”

Tentang Penulis:

  • Alumnus Dept. Hospitality & Tourism, University of Wisconsin, USA.

  • Direktur Jenderal Pemasaran Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI (2002–2009).

  • Tenaga Ahli Gubernur Jambi.